Minggu, 06 Mei 2012

konsep evaluasi kurikulum


KATA PENGANTAR
Bismillahirrohmanirrohim,
Puji syukur kehadirat Allah SWT  yang senantiasa melimpahkan karunia-Nya kepada kita semua, khususnya kami sehingga kami mampu menyusun makalah ini dengan sebaik-baiknya. Sholawat serta salam selalu tercurah kepada junjungan kita, Nabi Muhammad SAW, suri tauladan dan cahaya petunjuk bagi umat Islam sedunia. Semoga syafaatnya mengiringi kita di hari akhir. Amin.
Makalah ini, kami susun sebagai bukti pertanggung jawaban kami kepada Bapak Dosen mata kuliah yang bersangkutan atas tugas yang diberikan kepada kami. Makalah ini juga kami persembahkan kepada Beliau untuk dapat dijadikan sebagai salah satu acuan pembelajaran selanjutnya.
Terima kasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh pihak yang terkait dengan penyususna makalah ini. “Tiada Gading yang Tak Retak” sehingga kritik dan perbaikan serta penilaian terhadap makalah ini sangat kami butuhkan. Mohon maaf apabila ditemukan beberapa kesalahan yang bersifat teknik maupun dalam bentuk penulisan dan ejaan. Semoga bermanfaat.

Jakarta, 14 Januari 2012

Pemakalah








BAB I
PENDAHULUAN
A.     Latar Belakang
Kurikulum merupakan rancangan pendidikan yang merangkum semua pengalaman belajar yang disdieakan bagi peserta didik di sekolah. Rancangan ini disusun dengan maksud memberi pedoman kepada para pelakasana pendidikan, guna mencapai tujuan pendidikan.
Konsep kurikulum berkembang sejalan dengan perkembangan teori dan praktek pendidikan. Setelah berjalannya kurikulum di sekolah maka akan adanya EVALUASI KURIKULUM pada akhirnya.
Evaluasi  kurikulum  memegang peranan penting baik dalam penentuan kebuijaksanaan pendidikan pada umumnya, maupun pada pengambilan keputusan dalam kurikulum. Evaluasi kurikulum sukar dirumuskan secara tegas, hal ini disebabkan oleh beberapa faktor:
1.      Evaluasi kurikulum berkenaan dengan fenomena-fenomena yang terus berubah.
2.      Objek evaluasi kurikulum adalah sesuatu yang berubah-ubah sesuai dengan konsep kurikulum yang digunakan.
3.      Evaluasi kurikulum merupakan suatu usaha yang dilakukan oleh manusia yang sifatnya juga berubah.
Perubahan dalam kurikulum berpengaruh pada evaluasi kurikulum, sebaliknya perubahan evaluasi akan memberi warna pada pelaksanaan kurikulum. Hubungan antara evaluasi dengan kurikulum bersifat organis, dan prosesnya berlangsung secara evolusioner.
Evaluasi juga meliputi rentangan yang cukup luas, mulai dari yang bersifat sangat informal sampai dengan yang sangat formal. Pada tingkat yang sangat informal evaluasi kurikulum berbentuk perkiraan, dugaan atau pendapat tentang perubahan-perubahan yang telah dicapai oleh program sekolah. Pada tingkat yang lebih formal evaluasi kurikulum meliputi pengumpulan dan pencatatan data, sedangkan pada tingkat yang sangat formal berbentuk pengukuran berbagai bentuk kemajuan ke arah tujuan yang telah ditentukan.
Komponen-komponen kurikulum yang dievaluasi juga sangat luas. Program evaluasi kurikulum bukan hanya mengevaluasi hasil belajar peserta didik dan dan proses pembelajarannya, tetapi juga desain dan implementasi kurikulum dan kemampuan pendidik, kemampuan dan kemajuan peserta didik, fasilitas dan sumber-sumber belajar dan lain-lain.
Luas dan sempitnya suatu program evaluasi kurikulum sebenarnya ditentukan oleh tujuannya. Suatu evaluasi harus memiliki nilai dan penilaian, punya tujuan atau sasaran yang jelas, bersifat menyeluruh dan terus menerus, berfungsi diagnostik dan terintegrasi.
B.     Rumusan Masalah
a.       Konsep evaluasi Kurikulum
b.      Peran Evaluasi kurikulum dan Ujian
c.       Model-model Evaluasi Kurikulum















BAB II
PEMBAHASAN
A.     Konsep Evaluasi Kurikulum
Secara sederhana teori kurikulum dapat diklasifikasikan atas teori-teori yang lebih menekankan pada isi kurikulum, pada situasi pendidikan serta pada organisasi kurikulum.
Penekanan kepada isi kurikulum. Strategi pengembangan yang menekankan isi, merupakan yang paling lama dan banyak dipakai, tetapi juga harus mendapat penyempurnaan atau pembaharuan.
Faktor-faktor yang yeng mndorong pembaharuan ini bermacam-macam:
1.      Karena didorong oleh tuntutan untuk menguatkan kembali nilai-nilai moral dan budaya dari masyarakat.
2.      Karena perubahan dasar filosofis tentang struktur pengetahuan.
3.      Karena adanya tuntutan bahwa kurikulum harus lebih beroriantasi pada pekerjaan.
Faktor-faktor tersebut tidak timbul dari atau tidak ada hubungannya dengan sistem instuisi persekolahan.pengetahuan sebagai isi kurikulum mempunyai nilai intrinsik, sesuatu yang akan diwariskan, sesuatu yang baru atau diperbaharui. Pengembangan kurikulum yang menekankan isibersifat material centered. Kurikulum ini memandang murid sebagai penerima resep yang pasif. Secara teoritis kurikulum yang menekankan isi dapat diukur, mempunyai tujuan yang apabila ilmu itubtelah ditransfer pada siswa maka siswa dapat menguasainya. Ini merupakan engineering approach.
Penekanan  pada  situasi pendidikan. Tipe kurikulum ini ini lebih menekankan pada masalah dimana (where), bersifat khusus, sangat memperhatikan dan disesuaikan dengan lingkungannya. Tujuannya adalah menhasilkan kurikulum yang benar-benar merefleksikan dunia kehidupan dari lingkingan anak.kurikulum yang menekankan pada sirtuasi pendidikan akan sangat beraneka, dibandingkan dengan kurikulum yang menekankan isi. Kurikulum ini bertujuan mencarai kesesuaian antara kurikulum dengan situasi dimana pendidikan berlangsung. Sifat lain tipe ini adalah kurang atau tidak menekankan pada spesifikasi isi dan organisasi, lebih menunjukkan fleksibelitas dalam interpretasi dan pelaksanaannya. Kurikulum ini ruang lingkupnya sangat sempit, masa pengembanganya juga juga relatif lebih singkat daripada desiminasinya. Kalau kurikulum yang menekankan pada isi merupakan engineering approach. Kurikulum yang menekankan pada situasi lebih mendekati gardening approach.
Secara teoritis, mengevaluasi kurikulum yang menekankan pada situasi yang sulit. Perencanaan dan pembelajaran ini sangat beraneka, peranan guru dalam mengembangkan dan menerapkan kreasinya sangat besar, sehingga cukup sulit merancang alat penilaian yang dapat mencakup skala yang agak luas.
Penenkanan pada organisasi. Tipe kurikulum ini sangat menekankan pada proses belajar-mengajar. Meskipun dengan berbagai perbedaan dan pertentangan, umpamanya anatara konsep sitem instruksional (pengajaran berprogram, pengajaran modul, pengajaran dengan bantuan komputer) denagn konsep pengajaran (perkembangan) dari Bruner dan Jean Piaget, keduanya sangat memnpengaruhi perkembangan kurikulum tipe ini.
Perbedaan yang sangat jelas antara kurikulum byang menenkankan organisasi dengan kurikulum yang menekankan pada isi dan situasi, adalah memberikan perhatian yang sangat besar kepada si peserta didik.
Tipe kurikulum ini secara relatif lepas dari situasi lingkungan atau situatiaon free. Kurikulum yang menekankan pada organisasi menolak pendapat bahwa penguasaan pengetahuan merupakan alat untuk mencapai tujuan. Secara teoritis penyusunan  tes yang spesifik dapat dibuat,tetapi seperti telah diutarakan di  muka, isi kurikulum tidak spesifik, tujuannya dapat dicapai dengan cara yang berbeda-beda. Jika penyusunan tes hasil belajar berdasarkan pada tujuan, maka kurikulum yang menekankan pada organisasi, tesnya akan lebih banyak mengukur tujuan-tujuan yang tinggi pada klasifikasi Bloom (analisis, sintesis, dan evaluasi).

B.     Peranan Evaluasi Kurikulum dan Ujian
Ø  Peranan Evaluasi Kurikulum
Evaluasi kurikulum dapat dilihat sebagai proses sosial institusi sosial. Evaluasi kurikulum sebagai institusi sosial mempunyai asal-usul, sejarah, struktur serta interest sendiri.
Peranan evalausi kebijaksanaan dalam kurikulum khususnya pendididkan umumnya minimal berkenaan dengan tiga hal:
1.      Evaluasi sebagai moral judgement. Konsep utama dalam evaluasi adalah nilai. Hasil dari suatu evaluasi berisi suatu nilai yang akan du=igunakan untuk tindakana selanjutnya. Hal ini mengandung dua pengertian, pertama evaluasi berisi suatu skala nilai moral, berdasarkan skala tersebut suatu objek evaluasi dapat dinilai. Kedua, evaluasi berisi suatu perangkat kriteria prkatis berdasarkan kriteria-kriteria tersebut suatu hasil dapat dinilai.
Evaluasi bukan merupakan suatu proses tunggal, minimal me;iputa dua kegiatan, yaitu pertama mengumpulkan informasi dan kedua menentukan suatu keputusan.
Dalam evaluasi kurikulum salah satu hal yang sering menjadi inti perdebatan antara para ahli adalah pemisah antara pengumpulan dan penyusunan informasi dengan penentu keputusan. Daniel Stufflebeam (1971) merumuskan evaluation is the process of delineating, obtaining and providing useful information for delineating, obttaining and providing useful information for judging decision alternatif. Stake (1976) dari Universitas Illions merumuskan evaluation is an observed value compared to some standard. Michael Scriven (1961) dari Universitas Indiana, memeberikan perumusan tentang tugas evaluator, it’s (the evaluator’s) task is to try very hard to condense all the mass of data into one word: good or bad.
Kutipan-kutipan diatas bukan saja melukiskan perbedaan  tekanan pada pengumpulan informasi atau pada penentuan keputusan, tetapi juga memperlihatkan adanya perbeedaan karakterisik, mereka yang lebih menekankan pengumpulan informasi memandang terlepas atau tidak melibatkan nilai-nilai.
Pemisahan antara pengumpulan informasi dengan penentuan keputusan merupakan salah satu karakteristik instruksional, hal ini dipengaruhi oleh kebiasaan pemisahan pekerjaan administrator dan peneliti. Dalam pendidikan perbedaan formal tersebut tidak ada, pengumpul data adalah pengambil keputusan juga.
2.      Evaluasi dan penentu keputusan. Pengambil keputusan dalam pelaksanaan pendidikan atau kurikulum itu banyak, yaitu: guru, murid, orang tua, kepala sekolah, para inspektur, pengembang kurikulum, dan sebagainya. Pada prinsipnya tiap individu diatas memegang memebuat keputusan sesuai dengan posisinya. Murid mengambil keputusan sesuai dengan posisinya sebagai murid. Guru mengambil keputusan sesuai dengan posisinya sebagai guru. Besar atau kecilnya peranan keputusan yang diambil oleh seseorang sesuai dengan lingkup tanggung jawabnyaserta lingkup masalah yang dihadapainya pada suatu saat. Contohnya. Bebrpa evaluasi menjadi bahan pertimbangan bagi murid untuk mengambil keputusan apakh ia harus lebih rajin belajar atau tidak, apakah ia harus memilih jurusan IPA atau IPS, dan sebagainy. Dengan kata lain penentu keputusan yang diambil oleh murid, sebagian besar adalah berkenaan dengan kepentingan dirinya.
Lain halnya dengan keputusan yang diambil oleh seorang guru, ia mengambil keputusan bagi kepentingan seorang atau beberapa murid, atau dapat pula mengambil keputusan bagi seluruh murid. Demikian juga lingkup keputusan yang diambil oleh kepala sekolah, inspektur, pengembang kurikulum dan sebagainya berbeda-beda. Jadi, tiap pengambil keputusan dalam dalam proses evaluasi memegang posisi nilai yang berbeda, sesuai dengan posisinya. Salah satu kesulitan yang dihadapi dalam penggunaan hasil evaluasi bagi pengambilan keputusan adalah hasil evaluasi yang diterima oleh berbagai pihak pengambil keputusan adalah sama. Lalu masalah yang timbul aalah “apakah hasil evaluasi itu dapat bemanfaat bagi semua pihak”?? sudah tentu jawabannya belum tentu. Suatu informasi  mungkin lebih bermanfaat bagi pighak tertentu, tetapi kurang bermanfaat bagi pihak yang lain dan seterusnya.
3.      Evaluasi dan Konsensus nilai.  Dalam berbagai situasi pendidikan serta kegiatan pelaksanaan evaluasi kurikulum srjumlah nilai-nilai dibawakan oleh orang-orang yang turut terlibat (berpatisipasi) dalam kegiatan penilaian atau evaluasi. Para paritisipan dalam evaluasi pendidikan adalah: orang tua, murid, guru, pengembang kurikulumadministrator, dan sebagainya. Bagaimana caranya agar diantara mereka tersebut ada kesatuan penilaian. Kesatuan penilaian hanya dpat dicapai melalui suatu konsensus.
Secara historis konsensus nilai dalam evaluasi kurikulum berasal dari tradisi tes mental serta eksperimen. Konsensus tersebut berupa kerangka penilaian kerja penilaian, yang dipusatkan pada tujuan-tujuan khusus, pengukuran prestasi belajar yang bersifat behavioral, penggunaan analisis statistik dari pre test (input) dan post test (output) dan lain-lain. Model penelitian diatas merupaka suatu social engeneering atau  system approach dalam pendidikan. Dalam model penelitian tersebut keseluruhan kegiatan dapat digambarakan dalam suatu flow chart yang merumuskan secara operasional input (pre test) dengan cara-cara kegiatan (treatment) serta output (post test).
Model diatas mendapatkan beberapa kritik, tetapi kritik atau kesulitan tersebut yang paling utama adalah dalam merumuskan tujuan-tujuan khusus yang dapat diterima oleh seluruh pasrtisipan evaluasi kurikulum serta perencanaan kurikulum. Dan juga diantara partisipan harus ada persetujuan tentang tujuan-tujuan mana yang paling penting dan siapa diantara partisipasan tersenut yang turut terlibat secara langsung dalam penggunaan model tersebut.
Tanpa adanya persetujuan tentang hal-hal tersebut maka sukar untuk dapat menyusun flow chart yang definitif.  Model system approach atau model social engineering bersifat goal based evaluation, karena bertitik tolak pada dari tujuan-tujuan khusus. Karena model ini memepunyai banyak keberatan, maka berkembang model evaluasi yang lain yang bersifat goal free evaluation.
Pendekatan evaluasi yang bersifat goal free ini bertolak dari sikap budaya yang majemuk (cultural pluralism). Sikap kebudayaan yang majemuk mempunyai dasar relativ, memandang bahwa tiap pandangan sama baiknya. Dalam evaluasi kurikulum sudah tentu pandangan ini mempunyai kesulitan yang cukup besar, sebab alat-alat evaluasi yang digunakan bertolak dari dari posisi nilai yang berbeda. Dengan demikian evaluasi bersifat relatif.
Ø  Ujian sebagai Evaluasi
Menguji adalah  mengevaluasi kemampuan  individu. Dengan adanya ujian-ujian tersebut, maka jenis-jenis kemampuan tertentu dipandang menunjukkan status lebih tinggi dibandingkan dengan kemampuan lainnya.
Ujian bukan saja menunjukkan nilai pengetahuan atau kemampuan secara sosial. Tetapi juga telah merupakan peraturan dari sekolah. Sistem ujian yang mempunyai nilai historis ini juga digunakan untuk mengontrol efiensi dan efektivitas pelaksanaan sekolah. Apakah sistem ini dipandang baik atau jelek bergantung pada pandangan yang menggunakannya.
Sistem ujian sperti diatas, lebih banyak digunakan untuk mengukur atau menguji kemampuan individu-individu (siswa). Untuk menilai gambaran sekolah secara keseluruhan, yaitu menilai tentang keadaan murid, guru, kurikulum,  pembiayaan  sekolah, fasilitas sekolah, keseragaman sekolah, penyusanan  rancangan dan pemeliharaan  sekolah diperlukan sistem pengumpulan data serta penilaian yang lain. Kalau untuk mengukur kemampuan siswa digunakan istilah examination atau assessment maka untuk penilaian keseluruhan situasi sekolah atau kurikulum lebih tepat digunakan istilah evaluation.
Barry Mc Donald (1975), mendasarkan argumentasinya pada anggapan dasar bahwa evaluasi merupakan kegiatan politik. Ia membedakan adanya tiga tipe evaluasi dalam pendidikan dan kurikulum, yaitu evaluasi birokraktik, evaluasi otokratik, evaluasi demokratik.
Evaluasi birokratik, merupakan suatu layanan yang bersifat unconditional terhadap lembaga-lembaga pemerintah yang memiliki kontrolt terbesar dalam alokasi sumber-sumber pendidikan. Prinsip utama evaluasi birokratik adalah pelayan (service), penggunaan (utility), dan efesiensi (efficiency).
Evaluasi otokratik, merupakan layanan evaluasi terhadap lembaga-lembaga pemerintah yang mempunyai wewenang kontrol cukup besar dalam  mengalokasikan sumber-sumber pendidikan. Konsep utama evaluator otokratik adalah yang bersifat prinsipil dan objektif (principles and objectivity).
Evaluasi demokratik, merupakan layanan pemberian informasi terhadap masyarakat, tentang program-program pendidikan. Konsep utama evaluator demokratis adalah kerahasiaan, musyawarah, dan ketercapaian sasaran (confidentiality, negosiasi, and accessibility).

C.     Model-model Evaluasi Kurikulum
1.     Evaluasi Model Penelitian
Model evaluasi kurikulum yang menggunakan model penelitian adalah didasarkan atas teori dan metode tes psikologis serta eksperimen lapangan.
Tes psikologis atau tes psikomotorik pada umumnya mempunyai dua bentuk, yaitu tes intelegensi yang ditujukan untuk mengukur kemampuan bawaan, serta tes hasil belajar yang mengukur prilaku skolastik.
Eksperimen lapangan digunakan dalam pendidikan sejak tahun 1930 dengan menggunakan metode yang biasa digunakan dlam penelitian botani pertanian. Para ahli botani pertanian mengadakan percobaan untuk mengetahui produktivitas bermacam-macam benih.
Model eksperimen dalam botani pertanian dapat digunakan dalam pendidikan, anak dapat disamakan dengan benih, sedang kurikulum serta berbagai fasilitas serta sistem sekolah disamakan dengan tanah dan pemeliharaannya. Untuk mengetahui tingkat kesuburan benih (anak) serta hasil yang dicapai pada akhir program percobaan dapat digunakan tes (pre test dan post test). Ada beberpa kesulitan yang dihadapi dalam eksperimen tersebut, yaitu :
Ø  Kesulitan administratif, sedikit sekali sekolah yang bersedia dijadikan sekolah eksperimen .
Ø  Masalah teknik dan logis, yaitu kesulitan menciptakan kondisi kelas yang sama untuk kelompok-kelompok yang diuji.
Ø  Sulit mencampurkan guru-guru untuk mengajar pada kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol, pengaruh guru-guru tesebut sulit dikontrol.
Ø  Adanya keterbatasan mengenai manipulasi eksperimen yang dapat dilakukan.



2.     Evaluasi Model Objektif
Evaluasi model objektif (model tujuan) berasal dari Amerika Serikat. Ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh tim pengembang model objektif:
a.       Ada kesepakatan tentang tujuan-tujuan kurikulum.
b.      Merumuskan tujuan-tujuan tersebut dalam perbuatan siswa.
c.       Menyusun materi kurikulum  yang sesuai dengan tujuan tersebut.
d.      Engukur kesesuaian antara prilaku siswa dengan hasil yang diinginkan.
Pada tahun 1950-an Benyamin S. Bloom dengan kawan-kawannya menyususn klasifikasi sistem tujuan yang meliputi daerah-daerah belajar (cognitif domain). Mereka membagi  proses mental yang berhubungan dengan belajar tersebut dalam 6 kategori, yaitu knowladge, comprehension, application, analysis, synthesis dan evaluation. Mereka membagi-bagi lagi tujuan-tujuan tersebut pada sub-tujuan yang lebih khusus.
Sistem pengajaran yang terkenal adalah IPI (individually Prescribed Instruction), suatu program yang dikembangkan oleh Learning Research and Development Centre Universitas Pittsburg. Dalam IPI anak mengikuti kurikulum yang memiliki tujuh unsur:
a.       Tujuan-tujuan pengajaran yang disusun dalam daerah-daerah, tingkat-tingkat dan unit-unit.
b.      Suatu prosedur program testing.
c.       Pedoman prosedur penulisan.
d.      Materi dan alat-alat pengajaran.
e.       Kegiatan guru dalam kelas.
f.       Kegiatan murid dalam kelas, dan
g.      Prosedur pengelolaan kelas.
Tes untuk mengukur prestaasi belajar anak merupakan bagian integral dari kurikulum. Untuk mengikuti program pendidikan, siswa harus mengambil dulu tes penempatan, untuk menentukan dimana mereka harus mulai belajar. Kemajuan siswa dimonitor oleh guru dengan memberikan tes yang mengukur tingkat penguasaan tujuan-tujuan khusus melalui pre test dan post test. Siswa dianggap menguasai suatu unit bila memperoleh skor minimal 80. Bila ini sudah dikuasai berarti penguasaan siswa sudah sesuai kriteria.
3.     Model Campuran Multivariasi
Evaluasi model perbandingan (comparative approach) dan model Tylor dan Bloom melahirkan evaluasi model campuran multivariasi, yaitu strategi evaluasi yang menyatukan unsur-unsur dari kedua pendekatan tersebut.
Langkah-langkah model multivariasi tersebut adalah sebagai berikut:
a.       Mencari sekolah yang berminat untuk dievaluasi atau diteliti.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar