KATA PENGANTAR
Bismillahirrohmanirrohim,
Puji
syukur kehadirat Allah SWT yang
senantiasa melimpahkan karunia-Nya kepada kita semua, khususnya kami sehingga
kami mampu menyusun makalah ini dengan sebaik-baiknya. Sholawat serta salam
selalu tercurah kepada junjungan kita, Nabi Muhammad SAW, suri tauladan dan
cahaya petunjuk bagi umat Islam sedunia. Semoga syafaatnya mengiringi kita di
hari akhir. Amin.
Makalah
ini, kami susun sebagai bukti pertanggung jawaban kami kepada Bapak Dosen mata
kuliah yang bersangkutan atas tugas yang diberikan kepada kami. Makalah ini
juga kami persembahkan kepada Beliau untuk dapat dijadikan sebagai salah satu
acuan pembelajaran selanjutnya.
Terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh pihak yang terkait dengan penyususna
makalah ini. “Tiada Gading yang Tak Retak” sehingga kritik dan perbaikan serta
penilaian terhadap makalah ini sangat kami butuhkan. Mohon maaf apabila
ditemukan beberapa kesalahan yang bersifat teknik maupun dalam bentuk penulisan dan ejaan. Semoga bermanfaat.
Jakarta,
28 April 2012
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Al-Qur’anul karim
adalah mukjizat Islam yang kekal dan mukjizatnya selalu diperkuat oleh kemajuan
ilmu pengetahuan. Ia diturunkan Allah kepadaRasulallah, Muhammad SAW untuk mengeluarkan
manusia dari suasana yang gelap menuju yang terang, serta membimbing mereka ke
jalan yang lurus.
Pengertian al-Qur’an
secara lebih lengkap dan luas adalah seperti yang dikemukakan oleh Abd Wahab
Khallaf. Menurut beliau:Al-Qur’an adalah kalam Allah yang diturunkan melalui
malaikat Jibril kekalbu Rasulallah SAW dengan menggunakan bahasa arab dan
disertai dengankebenaran agar dijadikan hujjah (penguat) dalam pengakuannya
sebagai Rasulallah dan agar dijadikan sebagai undang-undang bagi seluruh umatmanusia,
di samping merupakan amal ibadah jika membacanya. Al-Qur’an itu dikompilasikan di antara dua ujung
yang dimulai dari surat al-fatihah danditutup dengan surat an-nas yang sampai
kepada kita secara tertib dalambentuk tulisan maupun lisan dalam keadaan utuh
atau terpelihara dariperubahan dan pergantian.
Islam adalah agama samawi terakhir
yang dirisalahkan melalui Rasulullah SAW. Karena Islam sebagai agama terakhir
dan juga sebagai penyempurna ajaran-ajaran terdahulu, maka sangat bisa
dipahami, jika Islam merupakan ajaran yang paling komprohensif, Islam sangat
rinci mengatur kehidupan umatnya, melalui kitab suci al-Qur’an. Allah SWT
memberikan petunjuk kepada umat manusia bagaimana menjadi insan kamil atau
pemeluk agama Islam yang kafah atau sempurna.
Secara garis besar ajaran
Islam bisa dikelompokkan dalam dua kategori yaitu Hablum Minallah
(hubungan vertikal antara manusia dengan Tuhan) dan Hablum Minannas
(hubungan manusia dengan manusia). Allah menghendaki kedua hubungan tersebut
seimbang walaupun hablumminannas lebih banyak di tekankan. Namun itu
semua bukan berarti lebih mementingkan urusan kemasyarakatan, namun hal itu
tidak lain karena hablumminannas lebih komplek dan lebih komprehensif.
Oleh karena itu suatu anggapan yang salah jika Islam dianggap sebagai agama transedental.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Bagaimanakah pandangan al-Qur'an
tentang masyarakat? Yang terfokuskan dalam tiga surah dalam al-qur’an,yaitu:
a.
Q. S. Al-Hujurat ayat 11-13
b.
Q. S. Ar-Ra’d ayat 11
c.
Q. S. An-Anfal ayat 53
2.
Bagaimana Implementasinya dalam
Dunia penidikan?
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Q.
S. Hujurat ayat: 11-13
يأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُواْ لاَ يَسْخَرْ قَوْمٌ مِّن قَوْمٍ
عَسَى أَن يَكُونُواْ خَيْراً مِّنْهُمْ وَلاَ نِسَآءٌ مِّن نِّسَآءٍ عَسَى أَن
يَكُنَّ خَيْراً مِّنْهُنَّ وَلاَ تَلْمِزُواْ أَنفُسَكُمْ وَلاَ تَنَابَزُواْ
بِالاٌّلْقَـبِ بِئْسَ الاسْمُ الْفُسُوقُ بَعْدَ الايمَانِ وَمَن لَّمْ يَتُبْ
فَأُوْلَـئِكَ هُمُ الظَّـلِمُونَ () يأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُواْ
اجْتَنِبُواْ كَثِيراً مِّنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ وَلاَ
تَجَسَّسُواْ وَلاَ يَغْتَب بَّعْضُكُم بَعْضاً أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَن يَأْكُلَ
لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتاً فَكَرِهْتُمُوهُ وَاتَّقُواْ اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ
تَوَّابٌ رَّحِيمٌ () يأَيُّهَا
النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَـكُم مِّن ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَـكُمْ شُعُوباً
وَقَبَآئِلَ لِتَعَـرَفُواْ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عَندَ اللَّهِ أَتْقَـكُمْ إِنَّ
اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
Ø
Terjemahan:
11. Wahai orang-orang beriman! Janganlah suatu kaum memperolok-olok
kaum yang lain, (karena) boleh jadi mereka (yang diperolok-olokan) lebih
baikdari mereka (yang mengolok-olok), dan jangan pula perempuan-perempuan (mengolok-olokan)
perempuan lain, (karena) boleh jadi perempuan (yang diperolok-olokan) lebih
baik dari perempuan (yang mengolok-olok). Janganlah kamu saling mencela satu
sama lain dan janganlah saling memanggil dengan gelar-gelar yang buruk.
Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk (fasik) setelah beriman.
Dan barang siapa yang tidak bertaubat, maka mereka itulah orang-orang yang
zalim.
12. Wahai orang-orang beriman! Jauhilah banyak dari prasangka,
sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa, dan janganlah kamu mencari-cari
kesalahan orang lain, dan janganlah ada di antara kamu yang menggunjing
sebgaian yang lain. Apakah ada diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya
yang sudah mati? Tentu kamu merasa jijik. Dan bertakwalah kepada Allah, sungguh
Allah Maha Penerima tobat, Maha Penyayang.
13. Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari
seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu
berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sungguh yang
paling mulia diantara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa.
Sungguh, Allah Maha Mengentahui, Mahateliti.[1]
Ø Tafsir Mufrodat
قَوْمٌ QOUMU
Telah umum
diartikan orang-orang laki-laki, bukan perempuan. Menurut M.Quraish Shihab
seperti dikutib Abudin Nata kata kaum berasal dari kata qama – yaqumu – qiyam
berarti berdiri atau bangkit. Kata qaum agaknya dipergunakan untuk menunjukkan
sekumpulan manusia bangkit untuk berperang membela sesuatu.
وَلاَتَلْمِزُواْ WA LAA TALMIZUU
Janganlah kamu
mencela dirimu sendiri, jangan sebagian kamu mencela sebagian yang lain dengan perkataan
atau isyarat tangan, mata atau semisalnya. Karena orang mukmin adalah seperti
satu jiwa.Maka apabila seorang mukmin mencela orang mukmin yang lainnya, maka
seolah-olah mencela dirinya sendiri.
وَلاَتَنَابَزُواْبِالاٌّلْقَـبِ WALAA
TANAABIZUU BIL AL QOOBI
Saling mengejek
dan panggil memanggil dengan gelar yang tidak disukai orang lain.
الاسْمُ
AL ISMU
Nama
dan kemasyhuran. Seperti orang mengatakan ”namanya terkenal di kalangan orang
banyak baik karena kedermawanannya atau kejelekannya.
اجْتَنِبُواْ
IJTANIBUU
Jauhilah
oleh kalian, perintah ini mengandung makna bersungguh-sungguh untuk
menjauhinya.
إِثْمٌ ISMU
Dosa adalah
ungkapan untuk semua pelanggaran terhadap perintah Allah SWTdengan berbuat
jahat atau meninggalkan yang wajib.
تَجَسَّسُواْ TAJASSASU
Memata-matai. Yaitu mencari-cari keburukan dan cacat-cacat serta
membuka-buka hal yang ditutup orang.
يَغْتَب YAGTAB
Menyebut-nyebut
seseorang tentang hal-hal yang tidak ia sukai, tidak sepengetahuan dia.
مِّنذَكَرٍوَأُنْثَى MIN DZAKARUU WA UNTSAA
Dari seorang
laki-laki dan perempuan (Adam dan Hawa)
شُعُوباً ASYSYU’UUBU
Suku
besar yang bernasab kepada suatu nenek moyang.
Ø Sabab Nuzul/Munsabah
Ayat 11
Abu Jubair Ibnu
Dhahak meriwayatkan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan seorang lelaki
yang mempunyai dua atau tiga nama. Dia dipanggil dengan atau tiga nama. Dia di
panggil dengan nama tertentu, agar orang itu tidak senang dengan panggilan itu.
(HR. Tirmidzi).
Ayat 12
Ibnu Juraij
meriwayatkan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan Salman al-Farisi.
Setelah selesai makan, dia terbiasa segera tidur dan mendengkur. Hal ini
menjadi pergunjingan orang. (HR. Ibnu Mundzir)
Ayat 13
Ibnu Abi
Mulaikah meriwayatkan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan orang-orang
yang mengecam Bilal ketika ia naik ke atas Ka’bah untuk mengumandangkan adzan
setelah pembebasan kota Mekah, “Bagaimana mungkin mungkin budak hitam ini yang
mengumandangkan adzan di atas Ka’bah?” sebagian yang lain berkata, “Apakah
Allah akan murka jika bukan ia yang mengumandangkan adzan?” (HR. Ibnu Abi
Hatim).[2]
Ø Syarah Ayat/Hadits Terkait
Orang yang kerjanya hanya mencari kesalahan dan kekhilafan orang
lain, niscaya lupa akan kesalahan dan kekhilafan yang ada pada dirinya sendiri.
Sebagaimana dalam sabda Nabi:
Dalam penggalan ayat ini Allah melarang kita mencela orang lain
karena mencela orang lain sama saja mencela diri sendiri, karena orang-orang
mukmin itu bagaikan satu badan. firman Allah SWT yang menerangkan tentang
balasan bagi orang yang suka mencela orang lain yaitu:
وَيْلٌ
لِّكُلِّ هُمَزَةٍ لُّمَزَةٍ
Neraka wailun hanya buat orang yang suka mencedera
orang dan mencela orang”. (al-Humazah: 1)
Ø Pokok Kandungan Ayat dan Keterkaitan dengan pendidikan
Sebagai makhluk
sosial, manusia mau atau tidak mau harus berinteraksi dengan manusia lain, dan
membutuhkan lingkungan di mana ia berada. Ia menginginkan adanya lingkungan
sosial yang ramah, peduli, santun, saling menjaga dan menyayangi, bantu
membantu, taat pada aturan atau tertib, disiplin, menghargai hak-hak azasi
manusia dan sebagainya. Lingkungan yang demikian itulah memungkinkan ia dapat
melakukan berbagai aktifitasnya dengan tenang, tanpa terganggu oleh berbagai
hal yang dapat merugikan dirinya.
Untuk menciptakan masyarakat yang tenang, tertib dan penuh dengan keharmonisan, Al qur’an merupakan pegangan yang tidak ada keraguan di dalamnya. Surah Al Hujurat merupakan salah satu surat yang mengatur tentang tata kehidupan manusia, untuk terciptanya sebuah masyarakat yang makmur. Salah satu kandungannya berisi perintah untuk melakukan perdamaian (ishlah) setelah terjadi pertikaian, serta penjelasan tentang beberapa hal yang menyebabkan terjadinya pertikaian sehingga umat muslim diwajibkan untuk menghindarinya, demi untuk mencegah timbulnya pertikaian tersebut. Seperti Surah al Hujurat ayat 11-13 mengandung nilai pendidikan akhlak yang dapat mencegah terjadinya pertikaian tersebut diantaranya :
Untuk menciptakan masyarakat yang tenang, tertib dan penuh dengan keharmonisan, Al qur’an merupakan pegangan yang tidak ada keraguan di dalamnya. Surah Al Hujurat merupakan salah satu surat yang mengatur tentang tata kehidupan manusia, untuk terciptanya sebuah masyarakat yang makmur. Salah satu kandungannya berisi perintah untuk melakukan perdamaian (ishlah) setelah terjadi pertikaian, serta penjelasan tentang beberapa hal yang menyebabkan terjadinya pertikaian sehingga umat muslim diwajibkan untuk menghindarinya, demi untuk mencegah timbulnya pertikaian tersebut. Seperti Surah al Hujurat ayat 11-13 mengandung nilai pendidikan akhlak yang dapat mencegah terjadinya pertikaian tersebut diantaranya :
1.
Nilai
pendidikan untuk menjunjung tinggi kehormatan kaum muslimin, untuk tidak saling
merendahkan satu sama lain. Dilarang saling mengolok-olok, mengejek, memanggil
dengan gelar yang buruk, berbuat ghibah. Diperintahkan untuk saling menghormati
satu sama lain, aplikasi dalam pendidikan islam dapat dilakukan dengan metode
keteladanan, nasihat, kisah dan metode peringatan dan ancaman (targhib).
2.
Pendidikan
taubat, dalam ayat tersebut kita diperintahkan bertaubat setelah berdosa.
Aplikasi pendidikan islam, bertaubat melalui metode pembiasaan dan pemberian
nasehat (ceramah).
3.
Nilai
pendidikan untuk tidak suudhdhan / berburuk sangka, diperintahkan untuk berbaik
sangka / positif thingking. Pendidikan positif thingking dapat dilakukan dengan
metode keteladanan, nasehat dan metode pembiasaan.
4.
Pendidikan Ta’aruf yaitu untuk saling mengenal
antar manusia lintas budaya, geografis dan tidak diskriminatif. Pendidikan
ta’aruf ini dapat dilakukan dengan metode nasehat, kisah dan pembiasaan.
5.
Pendidikan persamaan derajat, pernyataan “
yang paling mulia disisi Allah adalah orang yang paling bertaqwa”
mengisyaratkan persamaan derajat manusia dihadapan allah swt sama. Pendidikan
persamaan derajat dapat dilakukan dengan metode ceramah, nasehat, kisah dan
metode keteladanan.
Kelima nilai-nilai pendidikan akhlak
diatas merupakan isi kandungan surah al Hujurat ayat 11-13, apabila diterapkan
di dalam kehidupan sehari-hari oleh umat Islam maka mereka akan dapat hidup
penuh kedamaian. Dan sebaiknya nilai-nilai tersebut dapat ditanamkan sejak dini
kepada generasi umat Islam.
B.
Q.
S. Ar-Ra’d
لَهُمُعَقِّبَاتٌمِّن بَيْنِيَدَيْهِ وَمِنْخَلْفِهِيَحْفَظُونَهُمِنْ
أَمْرِاللّهِإِنَّاللّهَ لاَيُغَيِّرُمَا
بِقَوْمٍحَتَّىيُغَيِّرُواْمَابِأَنْفُسِهِمْوَإِذَاأَرَادَاللّهُبِقَوْمٍ
سُوءًافَلاَمَرَدَّلَهُ وَمَالَهُم مِّن دُونِهِمِن وَالٍ
Ø Terjemahan
Baginya
(manusia) ada malaikat-malaikat yang selalu menjaganya bergiliran, dari depan
dan belakangnya. Mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah
tidak akan merubah suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka
sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap suatu kaum, maka tak
ada yang menolaknya dan tidak ada pelindung bagi mereka selain Dia.
Ø Tafsir Mufrodat
Kosakata
|
Arti
|
مُعَقِّبَاتٌ
|
Para malaikatpengiring/pedamping
|
يَحْفَظُونَهُ
|
Mereka
menjaganya
|
يُغَيِّرُ
|
Dia mengubah
|
بِقَوْمٍ
|
(ada) pada
suatu kaum
|
مَا
|
Apa (kondisi)
yang
|
بِأَنْفُسِهِمْ
|
(ada)
padadiri mereka sendiri
|
Ø Analisa Nahwu dan Balaghah
مَا dalam ayat di
atas secara bahasa adalah isim mausul yang berarti sesuatu, apa saja.
Secara mufradat
tidak ada bermakna nasib. Apalagi kalau kita terjemahkan seperti di atas,
sungguh bertentangan dengan kenyataannya. Ada terjadi dalam kehidupan kita
sehari-hari, misalnya orang tidak berusaha untuk kaya tetapi tiba-tiba dia
menjadi kaya, tanpa diduga-duga, dia mendapat warisan berlimpah dan sebaliknya,
ada orang yang berusaha siang dan malam dengan kerja keras tetapi Allah tidak
menghendakinya kaya. dan lagi pula itu bertentangan dengan rukun iman yang
ke-enam, percaya kepada qadha dan qadar datang dari Allah. Lalu apa makna مَا pada
ayat di atas ? Ayat al-Qur’an adakalanya menafsirkan ayat lainnya yang kurang
jelas, demikian dijelaskan dalam Ulumul Qur’an. Oleh karena itu, mari kita
perhatikan ayat yang lain yang mirip dengan ayat ini, yaitu dalam Surat al-Anfal : 53.
Apabila kita
sesuaikan dengan maksud ayat 53 Surat al-Anfal terrsebut , مَا pada perkataan
maka jelaslah bagi kita bahwa makna مَا بِقَوْم adalah bermakna nikmat, bukan nasib.
Dengan demikian, maksud ayat ayat 11 Surat ar-Ra’d dan ayat 53
Surat al-Anfal adalah pada adatnya, Allah tidak mencabut nikmat yang telah
dilimpahkan-Nya kepada sesuatu kaum, selama kaum itu tidak merubah ketaatan dan
bersyukur kepada Allah kepada perbuatan maksiat.
Ø Syarah Ayat/hadits Terkait
Allah swt. menugaskan
kepada beberapa malaikat untuk selalu mengikuti manusia secara bergiliran, di
muka dan di belakangnya. Mereka menjaganya atas perintah Allah. Ada malaikat
yang menjaganya di malam hari, dan ada yang di siang hari, menjaga dari
berbagai bahaya dan kemudaratan, dan ada pula malaikat yang mencatat semua amal
perbuatan manusia, yang baik atau yang buruk. Dua malaikat di sebelah kanan dan
di sebelah kiri yang mencatat amal perbuatan manusia. Yang sebelah kanan
mencatat segala kebaikannya, dan yang sebelah kiri mencatat amal keburukannya,
dan dua malaikat lain lagi yang satu di depan dan yang satu lagi di
belakangnya. Maka setiap orang ada malaikatnya empat pada siang hari dan empat
pada malam hari yang datangnya secara bergiliran, sebagaimana diterangkan dalam
hadis yang sahih:
Ada beberapa
malaikat yang menjaga kamu secara bergiliran di malam hari dan di siang hari. Mereka bertemu (untuk
mengadakan serah terima) pada waktu salat subuh dan salat asar, lalu naiklah
malaikat-malaikat yang menjaga di malam hari kepada Allah Taala. Dia bertanya
sedangkan Ia sudah mengetahui apa yang akan ditanyakannya itu: "Bagaimana
keadaan hamba-hamba-Ku ketika kamu meninggalkan mereka (di dunia)?"
Malaikat menjawab: "Kami datang kepada mereka padahal mereka sedang salat dan
kami meninggalkan mereka dan mereka pun sedang salat pula."
(H.R. Bukhari)
(H.R. Bukhari)
Apabila manusia
mengetahui bahwa di sampingnya ada malaikat-malaikat yang mencatat semua amal
perbuatannya, maka patutlah dia selalu menjaga diri dari perbuatan maksiat
karena khawatir akan dilihat oleh malaikat-malaikat itu seperti kekhawatirannya
perbuatan itu dilihat oleh orang yang disegani. Dan tentang penelitian
malaikat-malaikat terhadap perbuatan-perbuatan manusia dapat diyakinkan
kebenarannya setelah ilmu pengetahuan menciptakan alat-alat yang baru yang
dapat mencatat semua kejadian-kejadian yang terjadi pada diri manusia sebagai
contoh aliran listrik dan pemakaian air minum di tiap-tiap kota dan desa telah
diatur sedemikian rupa sehingga dapat diketahui berapa jumlah yang telah
dipergunakan, demikian pula ada alat-alat yang dipasang di kendaraan bermotor
yang dapat mencatat kecepatannya dan mengukur berapa jarak yang telah ditempuh.
Perkembangan ilmu pengetahuan yang dapat mengungkapkan bermacam-macam perkara
yang gaib adalah memberi keyakinan kepada kita tentang benarnya teori ketentuan
agama itu dan menjadi sebab untuk menundukkan orang-orang yang terpengaruh oleh
doktrin kebendaan sehingga mereka mengakui adanya benda-benda gaib yang tidak
dapat dicapai dengan pancaindra mereka sendiri, oleh karena itu benarlah orang
yang mengatakan bahwa kedudukan akal di dalam Islam itu adalah seperti dua anak
yang kembar yang tidak akan dipisahkan atau seperti dua orang kawan yang selalu
sama pendapat-pendapatnya dan tidak akan berbantah-bantahan.
Malaikat-malaikat itu menjaga manusia atas perintah Allah, dengan izin Allah dan pemeliharaan-Nya yang sempurna. Sebagaimana dalam alam kebendaan ada hubungan erat antara sebab dan musabab sesuai dengan hikmahnya, seperti adanya pelupuk mata melindunginya dari kemasukan benda yang merusaknya, maka demikian pula dalam alam kerohanian Allah telah menugaskan beberapa malaikat untuk menjaga manusia dari berbagai kemudaratan. Perbuatan Tuhan selalu tidak luput dari hikmah dan kemaslahatan. Demikian pula Allah swt. telah menugaskan malaikat-malaikat untuk mencatat amal perbuatan manusia. Kita tidak tahu bagaimana cara mencatatnya, kita mengetahui bahwa sesungguhnya Allah sendiri cukup untuk mengetahuinya. Mengapa Dia masih menugaskan malaikat untuk mencatatnya. Mungkin di dalamnya terkandung hikmah ialah supaya manusia lebih tunduk dan akan menerima pahala atau azab yang akan diterimanya nanti di akhirat, karena telah pula disaksikan dan dicatat oleh para malaikat itu, menjaga manusia atas perintah dan izin Allah, tetapi bilamana ada kepastian Allah yang tidak dapat ditolaknya, mereka membiarkan kepastian Allah itu menimpa pula kepada manusia yang dijaganya.[3]
Malaikat-malaikat itu menjaga manusia atas perintah Allah, dengan izin Allah dan pemeliharaan-Nya yang sempurna. Sebagaimana dalam alam kebendaan ada hubungan erat antara sebab dan musabab sesuai dengan hikmahnya, seperti adanya pelupuk mata melindunginya dari kemasukan benda yang merusaknya, maka demikian pula dalam alam kerohanian Allah telah menugaskan beberapa malaikat untuk menjaga manusia dari berbagai kemudaratan. Perbuatan Tuhan selalu tidak luput dari hikmah dan kemaslahatan. Demikian pula Allah swt. telah menugaskan malaikat-malaikat untuk mencatat amal perbuatan manusia. Kita tidak tahu bagaimana cara mencatatnya, kita mengetahui bahwa sesungguhnya Allah sendiri cukup untuk mengetahuinya. Mengapa Dia masih menugaskan malaikat untuk mencatatnya. Mungkin di dalamnya terkandung hikmah ialah supaya manusia lebih tunduk dan akan menerima pahala atau azab yang akan diterimanya nanti di akhirat, karena telah pula disaksikan dan dicatat oleh para malaikat itu, menjaga manusia atas perintah dan izin Allah, tetapi bilamana ada kepastian Allah yang tidak dapat ditolaknya, mereka membiarkan kepastian Allah itu menimpa pula kepada manusia yang dijaganya.[3]
Ø Pokok Kandungan Ayat dan Keterkaitan dalam Pendidikan
Menurut Quraish Shihab dalam bukunya ”Membumikan
al-Qur’an”, perubahan yang terjadi di tengah-tengah masyarakat dalam perspektif
al-Qur’an harus memenuhi dua syarat pokok, yaitu:
a.
Adanya nilai atau ide, dan.
b.
Adanya pelaku-pelaku yang menyesuaikan diri
dengan nilai-nilai tersebut. Dalam perspektif Islam, syarat pertama tentu telah
diambil alih sendiri oleh Allah SWT melalui petunjuk-petunjuk al-Qur’an serta
penjelasan dari Rasulullah SAW, walaupun masih bersifat umum dan memerlukan
penjelasan yang lebih rinci dari manusia.
Mengenai dua syarat
pokok tersebut, juga tergambar dalam ayat di atas. Lebih lanjut Quraish Shihab
menegaskan:
Ayat ini
berbicara tentang dua macam perubahan dengan dua pelaku. Pertama, perubahan
masyarakat yang pelakunya adalah Allah, dan kedua perubahan keadaan diri manusia
(sikap mental) yang pelakunya adalah manusia. Perubahan yang dilakukan Tuhan
terjadi secara pasti melalui hukum-hukum masyarakat yang ditetapkan-Nya.
Hukum-hukum tersebut tidak memilih kasih atau membedakan antara satu
masyarakat/kelompok dengan masyarakat/kelompok lain .
Ma bi anfusihim yang diterjemahkan dengan "apa yang terdapat dalam diri mereka",
terdiri dari dua unsur pokok, yaitu nilai-nilai yang dihayati dan iradah
(kehendak) manusia. Perpaduan keduanya menciptakan kekuatan pendorong guna melakukan
sesuatu. Kemudian ayat di atas berbicara tentang manusia dalam keutuhannya, dan
dalam kedudukannya sebagai kelompok/masyarakat, bukan sebagai wujud individual.
Dipahami demikian, karena pengganti nama pada kata anfusihim (diri-diri
mereka) tertuju kepada qawm (kelompok/masyarakat). Ini berarti bahwa
seseorang, betapapun hebatnya, tidak dapat melakukan perubahan, kecuali setelah
ia mampu mengalirkan arus perubahan kepada sekian banyak orang, yang pada
gilirannya menghasilkan gelombang, atau paling sedikit riak-riak perubahan
dalam masyarakat.
Dengan
demikian, pendidikan kemasyarakatan harus bersifat dinamis dan harus melakukan
perubahan ke arah yang lebih baik. Perubahan itu tentu harus tetap berlandaskan
kepada ajaran Islam. Jadi perubahan itu "bukanlah bebas tanpa batas,
tetapi bebas terkendali".
C. Q. S.
Al-Anfal
ذَلِكَ بِأَنَّ اللَّهَ لَمْ يَكُ مُغَيِّرًا نِعْمَةً أَنْعَمَهَا
عَلَى قَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ وَأَنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ
عَلِيمٌ
Ø Terjemahan
Yang demikian itu karena sesungguhnya Allah tidak akan
mengubah suatu nikmat yang telah diberikan-Nya kepada suatu kaum, hingga kaum
itu mengubah apa yang ada pada diri mereka sendiri. Sungguh Allah Maha
Mendengar, Maha Mengetahui.
Ø Tafsir
Mufradat dan Nahwu
Kata ni’mah merupakan masdar atau kata jadian dari
kata na’ima,yan’amu-ni’mah, yang
memiliki akar makna senang. Kata an’ama berarti memberi kesenangan dan
kebahagiaan atau dengan kata lain memberi anugrah. Kata na’mah berarti
kemewahan. Binatang ternak dalam bahasa Arab disebut na’amun dan bentuk
jamaknya adalah an’am, karena bagi masyarakat Arab binatang ternak itu adalah
nikmat materi yang paling besar. Namun terkadang kata na’amun juga berarti
binatang buruan, seperti yang disebutkan dalam al-qur’an (al-maidah/5:1). Dari
kata itu juag diambil kata ni’ma yang berarti sebaik-baik, dan kata na’am
berarti jawaban “ya”.
Ø Sabab
Nuzul-Munasabah
Pada ayat-ayat yang lalu menerangkan tingkah laku
orang-orang kafir Quraisy ketika keluar dari Mekkah ke Badar dengan cara yang
sombong dan congkak dan setelah Allah menerangkan pula tipuan setan kepada
pengikutnya, maka pada ayat ini Allah menerangkan hal ihwal orang-orang kafir
Quraisy ketika menghadapi sakaratulmaut dan azab yang mereka terima saat itu.[4]
Ø Hadits
Terkait
Menurut At
Thobariy ayat ini berkaitan dengan azab Allah yang ditimpakan kepada kaum kafir
quraisy diperang badar sebab dosa-dosa yang mereka lakukan.
Imam
Al-Baghowiy berkata, sesungguhnya makna dari ayat di atas adalah: “Sesungguhnya
Allah tidak akan merubah kenikmatan atas suatu kaum sehingga mereka merubah
sesuatu yang ada pada mereka dengan kekufuran dan tidak syukur. Ketika mereka
melakukan hal itu maka Allah pun akan merubah kenikmatan yang ada pada mereka”.
Ø Kandungan pokok dan keterkaitannya dengan pendidikan
Ayat ini
mengisyaratkan bahwa nikmat-nikmat yang telah dilimpahkan oleh Allah kepada
umat dan individu sejak pertama dan untuk selamanya, tergantung pada akhlak,
sifat dan berbagai perbuatan yang dituntut oleh nikmat itu. Selama perkara-perkara ini tetap ada pada
mereka, maka nikmat-nikmat itu pun tetap ada pada mereka. Allah tidak akan
mencabutnya dari mereka, selama mereka tidak melakukan kedzaliman / dosa
sedikitpun. Tetapi, apabila mereka mengubah sendiri akidah, akhlak, dan
perbuatan baik yang seharusnya mereka lakukan, maka Allah pasti mengubah
keadaan mereka dan mencabut nikmat yang telah diberikan-Nya kepada mereka,
sehingga orang yang kaya akan menjadi fakir, orang mulia menjadi hina, dan
orang kuat menjadi lemah.
BAB III
PENUTUP
a. Kesimpulan
Manusia
terlahir sebagai mahluk sosial, yang saling ketergantungan dengan manusia yang
lain, manusia tidak bisa hidup sendiri, manusia di pandangan Allah semua sama,
hanya tingkat ketaqwaannya lah yang membedakannya. Maka dari itu
berbaik-baiklah dalam bermasyarakat.
b. Saran
Semoga ini semua dapat
bermanfaat untuk pendidikan ke depan, amin.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Agama, Al-qur’an dan Tafsirnya, 2009, (lembaga percetakan
departemen agama: Bogor).
Arif Fakhrudin, M. Ag dan Siti Irhamah, Lc. AL-HIDAYAH Al-qur’an
Tafsir Perkata Tajwid Kode Angka, (Kalim:Ciputat).
[1] Arif
Fakhrudin, M. Ag dan Siti Irhamah, Lc. AL-HIDAYAH Al-qur’an Tafsir Perkata
Tajwid Kode Angka, (Kalim:Ciputat), hlm. 518.
[2] Ibid,
hlm.518
[3]http://users6.nofeehost.com/alquranonline/Alquran_AsbabunNuzul.asp?pageno=1&SuratKe=13#11
[4]
Departemen Agama, Al-qur’an dan Tafsirnya, (lembaga percetakan departemen
agama: Bogor. Hlm. 13-16.
Stainless Steel vs Titanium Apple Watch - TITanium
BalasHapusStainless Steel vs damascus titanium Titanium Apple iron titanium token Watch - TITanium Stainless Steel vs Titanium Apple titanium wok Watch - TITanium Stainless Steel vs 벳 365 Titanium titanium iv chloride Apple Watch. Rating: 4.7 · 11 votes
u118c5weqpw455 custom sex doll,real dolls,love dolls,double dildos,sex chair,adult sex toys,glass dildos,realistic dildo,silicone sex doll g913p5lxpcl138
BalasHapusd101l4giuiw033 Bullets And Eggs,sex toys,dog dildo,Male Masturbators,sex toys,male sex toys,realistic vibrators,black dildos,Butterfly Vibrator w809g0rdfcq660
BalasHapus